Perjalananku dimulai saat subuh sekitar pukul 02.30 WITA. Setelah bermalam di tenda, tulang badanku terasa sakit semua. Ditambah semalam, aku tidak dapat terlelap dengan nyaman. Aku terbangun karena teriakan para instruktur Mahitala. Di tengah kegelapan, aku memapah tas ranselku dan segera bergabung dengan kelompok unguku. Semua mata masih belum terbuka dengan terang. Rasa kantuk masih menyergap di mata. Namun, aku harus bangun dan mendaki gunung Batur untuk melihat sang mentari menampakkan diri.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, kami mulai berjalan beriringan. Aku menggunakan cahaya dari senter untuk menerangi jalanku. Awalnya, perjalanan begitu mudah, aku dapat menghirup segarnya udara pagi dan menatap jutaan bahkan milyaran bintang di langit Bali. Tiba-tiba, perjalanan harus tersendat karena salah jalur. Kelompok unguku yang berjalan di belakang sekarang harus memimpin di depan.
Perjalanan belum terlalu menanjak. Saat melewati pura, aku sedikit takut karena suasananya yang cukup mencekam dan gelap. Aku berjalan perlahan mengikuti barisan di depanku. Kami beristirahat sejenak di area kosong. Beberapa anjing kecil Kintamani mendatangi rombongan perjalanan kami. Anjing Kintamani sangat nakal, mereka berlarian mengelilingi kami seakan mengajak bermain. Sekitar 10 menit, aku melepas lelah. Kutenggak air yang telah kupersiapkan. Air tersebut seakan memompa kembali semangatku untuk menaklukan Gunung Batur ini.
Waktunya melanjutkan perjalanan menuju puncak. Medan perjalanan menjadi semakin sulit dan menanjak. Nafasku mulai tersengal-sengal. Rasanya sangat sulit untuk menghirup segarnya udara pagi hari. Aku harus berhenti-berhenti sejenak untuk meminum sedikit air dan mengatur nafas. Tas ransel di punggung terasa sangat menekan. Para instruktur membuat kita semangat dengan perkataan-perkataannya.
Sekitar 3 jam telah berlalu, akhirnya aku sampai di puncak pertama. Waktunya untuk sejenak beristirahat. Pengabadian gambar terjadi dimana-mana. Tak lama, matahari mulai menampakkan dirinya. Dengan segera, kuabadikan momen indah tersebut. Dengan menikmati segelas susu coklat panas, aku menikmati panorama penuh keajaiban tersebut.
Setelah menikmati keindahan mentari pagi, aku bersiap kembali mendaki puncak kedua. Medan berpasir menghadang di depan. Perjuangan menuju puncak kedua sangatlah melelahkan. Dengan terseok-seok, aku mendaki hamparan pasir tersebut. Sampai akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki di puncak kedua. Begitu gembira dan puasnya hatiku melihat indahnya pemandangan dari atas puncak kedua.
Sayangnya, aku tidak dapat berlama-lama di puncak. Aku harus segera turun karena panas matahari semakin menyengat. Medan untuk menuruni Gunung Batur ini sangatlah menyulitkan. Jalanan berpasir dan berbatu telah menunggu. Jurang-jurang seakan memanggil. Aku harus berkonsentrasi penuh agar tidak terjatuh. Sepatuku yang sudah benar kembali rusak. Kakiku sangat sakit menahan bebatuan di bawah telapak kakiku. Dengan perlahan, aku terus berjalan dengan menahan rasa sakit. Aku, Jessica Novia, dan Kak Vera menjadi 3 orang terakhir yang turun. Hal tersebut dikarenakan sepatuku dan Jessica rusak. Dengan bersabar, kami bertiga berjalan beriringan hingga akhirnya kami selamat sampai di Toya Bungkah.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, kami mulai berjalan beriringan. Aku menggunakan cahaya dari senter untuk menerangi jalanku. Awalnya, perjalanan begitu mudah, aku dapat menghirup segarnya udara pagi dan menatap jutaan bahkan milyaran bintang di langit Bali. Tiba-tiba, perjalanan harus tersendat karena salah jalur. Kelompok unguku yang berjalan di belakang sekarang harus memimpin di depan.
Perjalanan belum terlalu menanjak. Saat melewati pura, aku sedikit takut karena suasananya yang cukup mencekam dan gelap. Aku berjalan perlahan mengikuti barisan di depanku. Kami beristirahat sejenak di area kosong. Beberapa anjing kecil Kintamani mendatangi rombongan perjalanan kami. Anjing Kintamani sangat nakal, mereka berlarian mengelilingi kami seakan mengajak bermain. Sekitar 10 menit, aku melepas lelah. Kutenggak air yang telah kupersiapkan. Air tersebut seakan memompa kembali semangatku untuk menaklukan Gunung Batur ini.
Waktunya melanjutkan perjalanan menuju puncak. Medan perjalanan menjadi semakin sulit dan menanjak. Nafasku mulai tersengal-sengal. Rasanya sangat sulit untuk menghirup segarnya udara pagi hari. Aku harus berhenti-berhenti sejenak untuk meminum sedikit air dan mengatur nafas. Tas ransel di punggung terasa sangat menekan. Para instruktur membuat kita semangat dengan perkataan-perkataannya.
Sekitar 3 jam telah berlalu, akhirnya aku sampai di puncak pertama. Waktunya untuk sejenak beristirahat. Pengabadian gambar terjadi dimana-mana. Tak lama, matahari mulai menampakkan dirinya. Dengan segera, kuabadikan momen indah tersebut. Dengan menikmati segelas susu coklat panas, aku menikmati panorama penuh keajaiban tersebut.
Setelah menikmati keindahan mentari pagi, aku bersiap kembali mendaki puncak kedua. Medan berpasir menghadang di depan. Perjuangan menuju puncak kedua sangatlah melelahkan. Dengan terseok-seok, aku mendaki hamparan pasir tersebut. Sampai akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki di puncak kedua. Begitu gembira dan puasnya hatiku melihat indahnya pemandangan dari atas puncak kedua.
Sayangnya, aku tidak dapat berlama-lama di puncak. Aku harus segera turun karena panas matahari semakin menyengat. Medan untuk menuruni Gunung Batur ini sangatlah menyulitkan. Jalanan berpasir dan berbatu telah menunggu. Jurang-jurang seakan memanggil. Aku harus berkonsentrasi penuh agar tidak terjatuh. Sepatuku yang sudah benar kembali rusak. Kakiku sangat sakit menahan bebatuan di bawah telapak kakiku. Dengan perlahan, aku terus berjalan dengan menahan rasa sakit. Aku, Jessica Novia, dan Kak Vera menjadi 3 orang terakhir yang turun. Hal tersebut dikarenakan sepatuku dan Jessica rusak. Dengan bersabar, kami bertiga berjalan beriringan hingga akhirnya kami selamat sampai di Toya Bungkah.
0 comments:
Post a Comment