Hari keenam, tanggal 26 Februari 2010 dimulai dengan rasa sakit di seluruh badan karena tidur di kemah. Rasa dingin menyelimuti tubuhku. Udara di dalam tenda dan di luar tenda benar-benar dingin sampai menusuk tulang. Untuk menghangatkan badan, aku segera keluar dari tenda dan menggerak-gerakkan tubuh. Sebelum melanjutkan pendakian menuju puncak Gunung Lesung, aku menyantap setangkup roti dengan selai coklat. Sungguh nikmat.
Seperti hari-hari sebelumnya, pemanasan dilakukan sebelum berangkat. Kini waktunya untuk mengangkat tas dan mendaki kembali menuju puncak. Sayangnya, 2 orang temanku tidak ikut melanjutkan pendakian karena sudah terlalu lelah. Hal tersebut sedikit menurunkan semangatku. Akan tetapi, aku memotivasi kembali diriku bahwa hanya tinggal sebentar lagi.
Tanpa menunggu lama, barisan kembali terbentuk dan kami siap untuk berjalan. Medan untuk menuju ke puncak menanjak terus. Sekarang, baru kurasakan rasa lelahnya mendaki Gunung Lesung. Sialnya, aku tidak sempat mengisi ulang air di botol minumku. Hanya tersisa sedikit air. Akan tetapi, aku harus bertahan sampai ke puncak.
2 jam telah berlalu, namun puncak Gunung Lesung belum juga nampak. Aku berjalan perlahan mengikuti barisan di depanku. Medannya begitu sulit. Banyak pijakan-pijakan yang licin. Tak lama kemudian, Kak Norman berkata bahwa puncaknya hanya tinggal sedikit lagi. Aku semakin bersemangat. Perjalanan yang harus aku lewati sangat menanjak. Kakiku bertambah sakit saat harus berhenti di tanjakan menunggu orang-orang yang tertinggal di belakang.
Ternyata benar, tak lama kemudian aku telah sampai di puncak. Perasaan lega dan gembira bercampur menjadi satu. Rasa haus sudah tidak tertahankan. Aku memakan satu buah apel untuk menghilangkan rasa hausku. Aku duduk di atas tas ranselku untuk sekedar melepas lelah sembari mengobrol dengan beberapa temanku. Ternyata puncak Gunung Lesung sangatlah kecil. Hanya terdapat pura kecil di atasnya.
Setelah sejenak melepas lelah, kami memutuskan untuk segera turun mengingat waktu sudah semakin siang. Kali ini aku menggunakan sarung tangan untuk menghindari tanaman beracun. Awal penurunan saja sudah terlihat susah. Aku paling tidak suka saat bagian dimana aku harus turun gunung. Turunannya sangatlah curam. Jalannya juga sangat licin karena lembap. Aku hanya dapat berpegangan pada ranting-ranting tanaman yang menjuntai.
Akhirnya aku sampai juga di bawah. Teriakan kegembiraan langsung terdengar di telingaku. Akan tetapi, perjalanan masih belum berakhir. Aku harus berjalan kembali menuju sebuah warung di desa dan perjalanan tersebut jauh sekali. Selain itu, jalanannya berbatu sehingga kakiku semakin sakit. Terik panas matahari juga tidak dapat dihindari. Dengan semangat aku terus berjalan hingga sampailah aku di sebuah warung. Satu informasi berharga yang kudapat dari pendakian ini adalah aku seorang nagaloke.
Seperti hari-hari sebelumnya, pemanasan dilakukan sebelum berangkat. Kini waktunya untuk mengangkat tas dan mendaki kembali menuju puncak. Sayangnya, 2 orang temanku tidak ikut melanjutkan pendakian karena sudah terlalu lelah. Hal tersebut sedikit menurunkan semangatku. Akan tetapi, aku memotivasi kembali diriku bahwa hanya tinggal sebentar lagi.
Tanpa menunggu lama, barisan kembali terbentuk dan kami siap untuk berjalan. Medan untuk menuju ke puncak menanjak terus. Sekarang, baru kurasakan rasa lelahnya mendaki Gunung Lesung. Sialnya, aku tidak sempat mengisi ulang air di botol minumku. Hanya tersisa sedikit air. Akan tetapi, aku harus bertahan sampai ke puncak.
2 jam telah berlalu, namun puncak Gunung Lesung belum juga nampak. Aku berjalan perlahan mengikuti barisan di depanku. Medannya begitu sulit. Banyak pijakan-pijakan yang licin. Tak lama kemudian, Kak Norman berkata bahwa puncaknya hanya tinggal sedikit lagi. Aku semakin bersemangat. Perjalanan yang harus aku lewati sangat menanjak. Kakiku bertambah sakit saat harus berhenti di tanjakan menunggu orang-orang yang tertinggal di belakang.
Ternyata benar, tak lama kemudian aku telah sampai di puncak. Perasaan lega dan gembira bercampur menjadi satu. Rasa haus sudah tidak tertahankan. Aku memakan satu buah apel untuk menghilangkan rasa hausku. Aku duduk di atas tas ranselku untuk sekedar melepas lelah sembari mengobrol dengan beberapa temanku. Ternyata puncak Gunung Lesung sangatlah kecil. Hanya terdapat pura kecil di atasnya.
Setelah sejenak melepas lelah, kami memutuskan untuk segera turun mengingat waktu sudah semakin siang. Kali ini aku menggunakan sarung tangan untuk menghindari tanaman beracun. Awal penurunan saja sudah terlihat susah. Aku paling tidak suka saat bagian dimana aku harus turun gunung. Turunannya sangatlah curam. Jalannya juga sangat licin karena lembap. Aku hanya dapat berpegangan pada ranting-ranting tanaman yang menjuntai.
Akhirnya aku sampai juga di bawah. Teriakan kegembiraan langsung terdengar di telingaku. Akan tetapi, perjalanan masih belum berakhir. Aku harus berjalan kembali menuju sebuah warung di desa dan perjalanan tersebut jauh sekali. Selain itu, jalanannya berbatu sehingga kakiku semakin sakit. Terik panas matahari juga tidak dapat dihindari. Dengan semangat aku terus berjalan hingga sampailah aku di sebuah warung. Satu informasi berharga yang kudapat dari pendakian ini adalah aku seorang nagaloke.
0 comments:
Post a Comment